Pemberlakuan wajib SNI Mainan Anak: Anak Terlindungi, Keluarga Bahagia

Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib Mainan Anak  berlaku pada 1 Mei 2014. Para pelaku usaha dan distributor wajib menerapkan SNI mainan dan memastikan bahwa produk mainan anak yang diproduksi dan dijual memenuhi ketentuan SNI.


Pemerintah memang tidak main-main dalam melindungi masyarakat Indonesia dari bahaya mainan anak yang memiliki kandungan berbahaya serta tidak memenuhi standar keamanan. Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian telah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 55/M-IND/PER/11/2013/ yang merupakan perubahan dari Peraturan Menteri Perindustrian No. 24/M-Ind/PER/4/2013 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Mainan Secara Wajib.


Badan Standardisasi Nasional (BSN) selaku lembaga pemerintah yang mengkoordinasikan kegiatan di bidang standarisasi secara nasional, telah menetapkan lima SNI berkenaan dengan keamanan dan keselamatan mainan anak. Aturan SNI tersebut yaitu : (1) SNI ISO 8124-1:2010, Keamanan Mainan – Bagian 1: Aspek keamanan yang berhubungan dengan sifat fisis dan mekanis, (2) SNI ISO 8124-2:2010, Keamanan Mainan – Bagian 2: Sifat mudah terbakar, (3) SNI ISO 8124-3:2010, Keamanan Mainan – Bagian 3: Migrasi unsur tertentu, (3) SNI ISO 8124-4:2010, Keamanan Mainan – Bagian 4: Ayunan, seluncuran dan mainan aktivitas sejenis untuk pemakaian di dalam dan di luar lingkungan tempat tinggal, dan (5) SNI IEC 62115:2011, Mainan elektrik – Keamanan.


Ada empat poin penting yang menjadi fokus BSN dalam menyusun SNI tersebut. Poin pertama, mainan harus bebas dari migrasi unsur kimia tertentu. Kedua, dari sisi bentuk yang menyangkut keamanan sudut (kelancipan) mainan. Ketiga, soal sistem kelistrikan terutama mainan yang menggunakan baterai. Keempat, terkait kandungan pewarna zat Azo yang biasanya dipakai pada mainan anak-anak yang berbahan kain.


Dengan penerapan SNI maka mainan akan diuji keamanannya terlebih dahulu untuk memastikan terpenuhinya persyaratan yang ditetapkan standar. Pengujian tersebut dapat dikelompokkan 3 jenis, yaitu uji fisis dan mekanis, uji bakar dan uji kimia. Jika produk mainan tidak memenuhi standar maka produk tersebut dilarang masuk ke Indonesia apabila impor, atau ditarik dari peredaran jika sudah beredar di pasar.


Latar belakang dari diterbitkannya peraturan tersebut adalah maraknya peredaran mainan anak, terutama mainan impor yang mengandung logam berat yang berbahaya bagi kesehatan anak. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, setiap tahun Indonesia mengimpor mainan anak dengan nilai mencapai USD 75 juta.


Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pernah melakukan penelitian terhadap 21 sampel mainan lokal dan impor. Dari hasil penelitian tersebut ternyata hampir seluruh mainan mengandung unsur zat kimia seperti diantaranya Timbal (Pb), Merkuri (Hg), Krom (Cr), dan Kadmium (Cd).


Bayangkan saja bila zat-zat tersebut masuk ke tubuh anak kita. Putra-putri kita berisiko memiliki kerusakan otak, kelumpuhan, mengurangi kecerdasan, merusak ginjal, dan kanker. Tentu hal ini tidak dapat kita biarkan begitu saja. Harus ada standar mainan yang aman sehingga anak-anak dapat terbebas dari risiko semacam itu.


Mainan-mainan yang beredar di pasar pun kerap memiliki tampilan yang tidak aman bagi anak-anak. Selain warna yang mencolok, bau catnya pun kelewat tajam dan mudah terkelupas. Kemasan mainan juga banyak yang tidak dilengkapi dengan informasi pemakaian yang jelas.


Selain melindungi konsumen, penerapan SNI Mainan anak ini juga dapat meningkatkan daya saing industri nasional. Dalam menghadapi era persaingan bebas di ASEAN pada tahun 2015 mendatang, produsen serta distributor mainan anak bisa memenuhi jaminan mutu hasil industri. Dengan demikian para pengusaha lokal berskala kecil dan menengah yang memproduksi mainan anak dapat berkompetisi untuk meraih peluang pada era perdagangan bebas nanti. Apalagi saat ini jumlah produksi mainan lokal masih kalah dari serbuan mainan impor yang berbanding 1:3.
Bagi pelaku usaha dan distributor mainan anak dapat memperoleh sertifikasi SNI Wajib Mainan melalui beberapa tahap. Proses untuk mendapatkan Tanda  SNI diawali dengan pengujian oleh laboratorium. Setelah lolos tahap uji, baru lembaga sertifikasi produk (LSPro) mengeluarkan sertifikat SNI.


Dalam rangka memberikan edukasi kepada pelaku usaha mainan anak, Badan Sstandardisasi Nasional menyelenggarakan Diskusi Penerapan SNI Mainan Anak di Jakarta yang dihadiri oleh para pelaku usaha mainan anak yang tersebar di Jabodetabek.


Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan pencerahan bagi produsen dan distributor yang belum memiliki sertifikat SNI Wajib Mainan Anak segera menerapkan sesuai yang dipersyaratkan di SNI. Pelaku usaha baik itu produsen atau distributor diberi masa tenggang untuk memiliki sertifikat SNI sampai dengan 1 November 2014. Kesadaran para produsen dan pedagang akan pentingnya mainan anak yang aman sesuai dengan SNI akan berimbas pada peningkatan keselamatan dan kesehatan anak.